Candabirawa
Candabirawa, dalam dunia pewayangan adalah sejenis ilmu yang hanya dimiliki oleh Begawan Bagaspati dan Prabu Salyapati. Dengan ilmu penguasaan Candrabirawa, Bagaspati maupun Salya dapat mendatangkan sebangsa jin raksasa untuk mengawal dan membantunya dalam suatu pertempuran. Bila jin raksasa kerdil itu dipukul atau diserang, ia akan membelah diri menjadi dua. Jika diserang lagi, ia membelah diri lagi menjadi empat, begitu seterusnya, sehingga jumlahnya terus meningkat sesuai dengan deret ukur.
Candrabirawa pada mulanya adalah selongsong kulit Batara Antaboga, yang berganti kulit setiap 1000 tahun sekali. Dari selongsong kulit itu Batara Guru menciptakannya menjadi makhluk naga yang mengerikan, lalu disuruh menyerang Begawan Bagaspati. Namun, pendeta berujud raksasa itu dapat mengalahkan Candrabirawa sehingga akhirnya makhluk itu mengabdi kepadanya. Dalam perang tanding itu, dengan kesaktiannya Bagaspati mengubah wujud Candrabirawa yang semula berupa naga, menjadi raksasa kerdil yang maya.
Dengan Aji Candrabirawa, raksasa kerdil itu dapat dipanggil dan dimintai bantuannya. Wujudnya yang maya, akan berubah menjadi nyata.
Ilmu itu hanya dapat dikalahkan oleh orang yang tidak mempunyani hawa nafsu untuk menyerang dan manusia yang berdarah putih. Itulah sebabnya, ketika Prabu Salyapati bertindak sebagai panglima perang di pihak Kurawa, para Pandawa atas saran Prabu Kresna mengangkat Yudistira sebagai panglimanya. Yudistira, manusia berdarah putih yang amat sabar dan selama hidupnya selalu berusaha untuk tidak mempunyai musuh, akhirnya dapat mengalahkan Prabu Salya.
Dalam Baratayuda, Candrabirawa ternyata tidak berani menyentuh Yudistira, apalagi menyerangnya. Bahkan Candrabirawa kemudian takluk dan menyatu pada diri Yudistira.
Demikian pula ketika Salya belum menjadi raja dan masih bernama Narasoma, ia berperang tanding melawan Prabu Pandu Dewanata, raja Astina. Dengan menggunakan Aji Candrabirawa Narasoma berhasil mengalahkan kesaktian Pandu. Akhirnya Pandu lari meninggalkan gelanggang dan minta nasihat ayahnya, Begawan Abiyasa (Sebagian dalang Wayang Kulit Purwa menyebut, yang memberi nasihat pada Pandu agar bersemadi adalah Ki Lurah Semar, bukan Begawan Abiyasa). Sang Begawan menasehati Pandu agar dalam berperang menghadapi Narasoma, ia jangan sampai dikuasai nafsu untuk menyerang. Nasihat itu dilaksanakan oleh Pandu. Raja Astina itu segera kembali ke gelanggang, dan kali ini ia justru menghadapi lawannya dengan semadi. Dan ternyata sekali ini Candrabirawa tidak mampu melawan Pandu Dewanata. Narasoma menyerah mengaku kalah dan menyerahkan adiknya, Dewi Madrim, untuk diperistri oleh Pandu.
Narasoma mewarisi ilmu Candrabirawa itu dari mertuannya, yaitu Begawan Bagaspati, di masa mudanya, sebelum ia menjadi raja Mandraka dan bergelar Prabu Salyapati. Sang mertua mewariskan ilmunya itu pada menantunya, setelah Narasoma berjanji akan setia pada putri tunggal Bagaspati sampai mati.
Ilmu yang mirip dengan Aji Candrabirawa adalah Aji Kalaku yang dimiliki Adipati Karna. Persamaannya, kedua ilmu atau aji itu sama-sama menghadirkan makhluk jadi-jadian berbentuk raksasa kecil yang ganas. Bedanya, Candrabirawa mula-mula hanya muncul satu, dan baru berubah menjadi dua, empat, delapan dan terus bertambah banyak kalau diserang. Sedangkan Aji Kalaku sekaligus akan memunculkan ribuan makhluk ganas, tetapi akan berkurang jika diserang.
Sebagian dalang, dan juga sebagian buku pewayangan, menyebutkan bahwa sebutan yang benar adalah Candabirawa, bukan Candrabirawa.
Komentar
Posting Komentar